HALAMAN PENGESAHAN
Makalah Oleh :
Tika Pratiwi
NIM :
114254230
Judul : IDEOLOGI
PERANG DUNIA KE-3 NON BLOK DAN SOSIALISME PEMBANGUNAN ini
dibuat pada tanggal 31 Desember 2011 dan disahkan pada tanggal 9 Januari 2012.
Mengetahui,
Dosen Pengampu Penulis
Drs. Lukas Sugiarto, M.Si Tika pratiwi
NIP. 194701291974121001 NIM. 114254230
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusunan makalah dengan judul Ideologi dunia ke tiga dapat berjalan tanpa halangan yang berarti,
dari awal sampai selesai.
Penulisan
makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penyusun menyadari akan kemampuan
yang sangat terbatas sehingga dalam penyusunan makalah ini banyak
kekurangannya. Namun makalah yang disajikan sedikit banyak bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan mahasiswa lain pada umumnya. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah ilmu politik. Semoga makalah ini
memberikan inspirasi kepada para pembaca tentang politik dalam ideologi dunia
ketiga.
Dalam
kesempatan ini disampaikan terima kasih atas bimbingan, bantuan serta saran
dari berbagai pihak.
Penyusun
Tika Pratiwi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu politik merupakan salah satu ilmu tertua dari berbagai ilmu yang
ada. Meskipun beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak
asal-usul keberadaannya hingga zaman yunani kuno, akan tetapi hasil yang
dicapai tidak segemilang apa yang telah sicapai oleh ilmu politik. Ketika kita
menggunakan istilah ideology baik dalam bahasa social, politik maupun wacana
kehidupan sehari-hari, berarti kita menggambarkan sebuah konsep yang memiliki
sejarah panjang dan kompleks. Dalam makalah kami akan memaparkan tentang
sosialisme pembangunan dan ideology dunia ke-tiga non blok. Pengertian non blok adalah tidak berat sebelah
ataupun tidak memihak (netral), bagaimana sejarah singkat pergerakan non blok,
dan membahas yang berkenaan dengan pembangunan ataupun perkembangan namun
pembangunan disini bukanlah pembangunan benda akan tetapi pembangunan manusia
dan kepuasan kebutuhan pokok dari manusia itu sendiri (Varma s.p 2001 :512). Bagaimana
juga merosotnya peranan ideology dan dalam makalah kami dipaparkan tentang apa
tujuan dari didirikannya pergerakan non blok.
B.
Tujuan Penulisan
- Agar masyarakat mengerti tentang ideologi perang dunia ketiga.
- Agar masyarakat sadar akan tingkat pentingnya etika politik.
- Agar masyarakat mengetahui pengalaman dan bacaan tentang ideologi perang dunia ketiga.
C.
Manfaat Penulisan
- Pentingnya penerapan etika dalam berpolitik.
- Mengetahui bentuk ideologi perang dunia ketiga dan gerakan non blok.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyelesaian
penyusunan makalah ini penulis menggunakan study kepustakaan, yaitu penulis
mencari buku-buku yang berhubungan dengan Pancasila dan kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
Politik non
blok atau non alignment setelah Perang Dunia ke II, dimana ketika situasi
politik internasional ditandai dengan adanya perundingan antar blok barat dan
blok timur ditengah tengah perang dinginnya paham itu berkembanglah gagasan
yang terwujud menjadikan Gerakan Non
Blok ataupun Non Alignment Movement. Pengejawantahannya yang pertama adalah
Konferensi Tingkat Tinggi Non Blok di Beograd, Yugoslavia 1-6 September 1961.
Gerakan Non
Blok ini juga bertujuan untuk mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan
pelaksanaan universal dari prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai,
menentang imperialisme, kolonialisme, neokolomalisme, perbedaan warna kulit
termasuk zionisme dan segala bentuk ekspansi, dominasi dan pemusatan kekuasaan.
Sedangkan
beberapa tujuan lainnya adalah sebagai berikut yang mana memajukan usaha kearah
perdamaian dunia dan hidup berdampingan secara damai dengan jalan memperkokoh
peranan PBB menjadi alat yang lebih efektif bagi usahausaha perdamaian dunia,
menyelesaikan persengketaan internasional diantara negara-negara anggotanya
secara damai dan juga mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum
dan menyeluruh di bawah pengawasan internasional yang efektif.
Dalam
perjalanan sampai dengan sekarang ini Gerakan Non Blok telah melakukan 10 KTT.
Tiap KTT mempunyai warna dan ciri sendiri-sendiri. Dari warna dan ciri tersebut
dapat diketahui partisipasi Gerakan Non Blok dalam turut memecahkan
persoalan-persoalan dunia dengan tetap mengadakan konsolidasi terhadap tubuh
Gerakan agar tetap mengadakan atau agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar dan tujuan pokok Non Blok.
Sejarah singkat tentang pergerakan non blok
yatiu Gerakan Non Blok pertama sekali dicetuskan pada awal tahun 6o-an, yang
merupakan tekad dari negara-negara merdeka dalam melancarkan aksi politiknya
dalam menghadapi situasi dunia yang ditandai dengan memuncaknya perang dingin
antara Blok Barat dan Blok Timur. Konferensi Asia Afrika di Bandung tanggal 18
April 1955 yang telah menelorkan semangat Bandung, yang berintikan perdamaian,
kemerdekaan, kerjasama Internasional untuk kepentingan bersama dan hidup
berdampingan secara damai adalah merupakan tonggak perjuangan bangsa-bangsa
yang dijajah oleh Barat dari pelbagai belahan dunia.
Para pemimpin
besar dunia Nassar (Mesir), Tito (Yugoslavia), Nehru (India),
Kwame Nkrumah (Ghana),
dan Sukarno (INDONESIA) di Majelis Umum PBB ke-25 tahun 1960 menyuarakan
resolusi untuk meredakan ketegangan Tirnur dan Barat dan diadakannya
perundingan antara 2 musuh bebuyutan itu serta mencegah konflik terbuka.
Resolusi ini berlanjut
dalam bentuk gerakan yang tidak mau terlibat atau terikat oleh dua blok
tersebut. Tiga tokoh utama pendiri Non Blok yaitu: Tito, Nehru, Nasser telah
menyiapkan sejak awal 1950, Bung Karno dan Nkrumah disebut pula sebagai pendiri
gerakan itu. Prakarsa-prakarsa lima kepala negara yang lebih dikenal dengan
"The Initiatif Five" yang mengawali sejarah tirnbulnya sejarah GNB
yang ada sampai sekarang ini (Ningrum 2003).
Masalah
Pembangunan, bagi mayoritas masyarakat, dianggap sebagai suatu kata yang
digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan
ekonomi, politik, sosial budaya, infrastruktur masyarakat, dan lain sebagainya,
sehingga istilah “pembangunan” sering kali disejajarkan dengan istilah
“perubahan sosial”. Bagi penganut pandangan ini, konsep pembangunan adalah
berdiri sendiri dan membutuhkan keterangan lain, seperti pembangunan model kapitalisme,
pembangunan model sosialisme, pembangunan model Indonesia, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, teori pembangunan merupakan sebuah teori sosial ekonomi yang
bersifat sangat umum.Di lain pihak, terdapat suatu pandangan yang lebih
minoritas yang berangkat dari asumsi bahwa kata “pembangunan” itu sendiri
adalah sebuah “discourse” atau suatu pendirian, suatu paham, atau bahkan
disebut suatu ideologi tertentu terhadap perubahan sosial. Dalam pandangan ini,
konsep pembangunan itu sendiri bukanlah merupakan kata yang bersifat netral,
melainkan suatu “aliran” dan keyakinan ideologi dan teoretik serta praktek
mengenai perubahan sosial, sebagaimana teori-teori sosialisme, dependensia atau
teori-teori lainnya. Dengan demikian, teori pembangunan dapat diangap sebagai
“pembangunanisme” atau “developmentalism”(Slamet Santoso: 2007).
Gagasan
dan teori pembangunan sampai saat ini telah dianggap sebagai “agama baru”
karena mampu menjanjikan untuk dapat memecahkan masalah-masalah kemiskinan dan
keterbelakangan yang dialami oleh berjuta-juta masyarakat di Negara Dunia
Ketiga. Istilah pembangunan atau development tersebut telah menyebar dan
digunakan sebagai visi, teori, dan proses yang diyakini kebenaran dan
keampuhannya oleh masyarakat secara luas. Setiap program Pembangunan
menunjukkan dampak yang berbeda tergantung pada konsep dan lensa Pembangunan
yang digunakan (Mansour Fakih:2004).
Konsep Pembangunan yang dominan dan telah diterapkan dikebanyakan Negara Dunia Ketiga merupakan pencerminan paradigma Pembangunan Model Barat. Dalam konsep tersebut, pembangunan dipahami sebagai proses tahap demi tahap menuju “modernitas”, yang tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi sebagaimana yang dilalui oleh bangsa-bangsa industri maju. Di sebagian besar Negara Dunia Ketiga, penaksiran konsep Pembangunan dipahami sebagai perbaikan umum dalam standart hidup, disamping itu juga dipahami sebagai sarana memperkuat negara melalui proses industrialisasi dengan pola seragam antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi utama atau menjadi subyek pembangunan, sedangkan masyarakat menjadi obyek dan penerima dari dampak pembangunan.
Pembangunan seringkali di identikkan dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara dalam setiap tahunnya. Secara teknis ilmu ekonomi, ukuran yang digunakan untuk mengihitung produktivitas adalah Gross National Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP). Tetapi menurut Dr. Arief Budiman , sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini disebabkan karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi itu sering tidak memperdulikan dampak terhadap lingkungannya, yaitu lingkungan yang semakin rusak dan sumber daya alam yang semakin terkuras. Sementara itu percepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih lambat dari percepatan perusakan sumber alam tersebut. Selanjutnya ia menyampaikan bahwa, atas nama pembangunan, pemerintah juga sering memberangus kritik yang muncul dari masyarakat. Kritik tersebut dinilai dapat mengganggu stabilitas politik. Hal tersebut dilakukan karena mengangap bahwa stabilitas politik adalah sarana penting untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan.
Konsep Pembangunan yang dominan dan telah diterapkan dikebanyakan Negara Dunia Ketiga merupakan pencerminan paradigma Pembangunan Model Barat. Dalam konsep tersebut, pembangunan dipahami sebagai proses tahap demi tahap menuju “modernitas”, yang tercermin dalam bentuk kemajuan teknologi dan ekonomi sebagaimana yang dilalui oleh bangsa-bangsa industri maju. Di sebagian besar Negara Dunia Ketiga, penaksiran konsep Pembangunan dipahami sebagai perbaikan umum dalam standart hidup, disamping itu juga dipahami sebagai sarana memperkuat negara melalui proses industrialisasi dengan pola seragam antara satu negara dengan negara lainnya. Dalam hal ini, peran pemerintah menjadi utama atau menjadi subyek pembangunan, sedangkan masyarakat menjadi obyek dan penerima dari dampak pembangunan.
Pembangunan seringkali di identikkan dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi. Dengan demikian, yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas negara dalam setiap tahunnya. Secara teknis ilmu ekonomi, ukuran yang digunakan untuk mengihitung produktivitas adalah Gross National Product (GNP) dan Gross Domestic Product (GDP). Tetapi menurut Dr. Arief Budiman , sebuah negara yang tinggi produktivitasnya, dan merata pendapatan penduduknya, bisa saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi semakin miskin. Hal ini disebabkan karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas yang tinggi itu sering tidak memperdulikan dampak terhadap lingkungannya, yaitu lingkungan yang semakin rusak dan sumber daya alam yang semakin terkuras. Sementara itu percepatan bagi alam untuk melakukan rehabilitasi lebih lambat dari percepatan perusakan sumber alam tersebut. Selanjutnya ia menyampaikan bahwa, atas nama pembangunan, pemerintah juga sering memberangus kritik yang muncul dari masyarakat. Kritik tersebut dinilai dapat mengganggu stabilitas politik. Hal tersebut dilakukan karena mengangap bahwa stabilitas politik adalah sarana penting untuk memungkinkan pelaksanaan pembangunan.
Sedangkan menurut Hanif Suranto (2006), paradigma developmentalisme yang menjadi landasan pembangunan Orde Baru ternyata telah melahirkan sejumlah problem yang dihadapi berbagai komunitas. Antara lain adalah hancurnya identitas kultural dan perangkat kelembagaan yang dimiliki komunitas akibat penyeragaman oleh Orde Baru; hancurnya basis sumber daya alam (ekonomi) komunitas akibat eksploitasi oleh negara atas nama pembangunan; serta melemahnya kapasitas komunitas dalam menghadapi problem-problem komunitas akibat dominasi negara. Selanjutnya ia menyatakan bahwa kondisi-kondisi tersebut menampilkan wujudnya paling nyata dalam berbagai konflik antara komunitas dengan negara, maupun intra/antar komunitas akibat intervensi manipulatif oleh negara. Konflik Ambon, Poso, Aceh, Papua dan berbagai konflik lainnya merupakan beberapa contoh yang nyata dihadapi di Negara Indonesia.Hasil penelitian dari Institute of Development and Economic Analysis (2001), menyimpulkan tiga catatan penting tentang pelaksanaan pembangunan di Negara Indonesia, yaitu : 1) Pelaksanaan pembangunan di Indonesia terjebak ke dalam perangkap ide-ide pembangunan neo-liberal yang menyesatkan; 2) Pelaksanaan pembangunan di Indonesia juga terjebak ke dalam arus ketergantungan terhadap hutang luar negeri dalam jumlah yang semakin lama semakin besar dan sangat memberatkan; dan 3) Meskipun sampai batas-batas tertentu telah mengungkapkan terjadinya perubahan, tetapi pelaksanaan pembangunan di Indonesia ternyata juga mengakibatkan semakin jauhnya Indonesia terjebak dalam lilitan hutang luar negeri. Beban hutang luar negeri cenderung berubah menjadi “upeti” kepada pusat-pusat kapilaisme global. Sebagai sebuah “upeti”, maka secara empiris sangat wajar jika terjadi arus transfer negatif modal bersih (net negative transfer) dalam transaksi hutang luar negeri Indonesia, dan hal tersebut sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya stagnasi dan kemerosotan alokasi anggaran negara untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Akhirnya dapat dikatakan bahwa jerat hutang luar negeri tersebut yang menyebabkan perekonomian Indonesia masuk ke jurang krisis ekonomi dan politik. Menurut almond untuk ada lima persyaratan untuk perkembangan ialah sebagai berikut :
1.
keberturut-turut
dalam tahap-tahap perkembangan.
2.
terdapatnya
sumber-sumber.
3.
perkembangan
yang sejalan (serupa) dari sistem-sistem social lainnya.
4.
kemampuannya
system politik yang cukup hakiki da,
5.
tanggapan
yang cukup oleh golongan elit terhadap tantangan-tantangan.
Telah kami tuliskan pada halamam yang pertama bahwa pembangunan
bukanlah pembangunan atau perkembangan benda. Namun lebih menekankan kepada
kepuasan kebutuhan pokok mereka misalnya makanan, papan, sandang, kesehatan,
dan pendidikan. Dengan kata lain lebih mengutamakan sosialis. Suatu proses
pertumbuhan atau pembangunan yang tidak menghasilkan pemuasan
kebutuhan-kebutuhan pokok itu tidak dapat dianggap sebagai pengembangan (Varma
S.P 2001 :513).
Dalam perkembangan atau pembangunan peranan kaum elit memainkan
peranan yang penting sekali dalam seluruh proses perkembangan. Masyarakat yang
mempunyai golongan elit yang fungsional dapat mencapai banyak kemajuan
sedangkan masyarakat yang tidak begitu beruntungan mengalami kesukaran untuk
bergerak ke arah pembangunan. Biasanya kaum elit itu ada yang berfungsi dan ada
yang tidak berfungsi, untuk melihat berfungsi atau tidaknya perlu
pertimbangan-pertimbangan kecakapan, kemangkusan, keterampilan dan kelihaian
(kecerdikan) politik, tetapi juga oleh pertimbangan-pertimbangan moral.
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Gerakan Non
Blok dalam kepemimpinan Indonesia yang diketuai oleh Presiden Soeharto telah
memperlihatkan niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk menemukan kembali
kearah Gerakan Non Blok yang seutuhnya dan berusaha mengembangkan usaha-usaha
nyata seperti kerjasama selatan-selatan dan selain itu juga menghidupkan
kembali dialog utara-selatan.
Untuk
penyelesaian hutang negara-negara selatan yang dari waktu kewaktu jumlah
semakin membesar dan semakin melilit, Indonesia sebagai negara pemimpin Gerakan
Non Blok dihadapkan pada tantangan-tantangan yang cukup berat.
Penyebabnya
tidak saja diakibatkan oleh kesulitan ekonomi negara-negara maju tetapi juga
dengan semakin umumnya pola menjadikan uang sebagai komoditi. Keduanya
menjadikan dana dunia semakin terbatas dalam situasi seperti ini, mengingat
jumlah negara selatan sendiri relatif banyak, berarti diantara mereka sendiri
amat mungkin terjadi persainganketat karena masing-masing akan mendahulukan
kepentingan nasionalnya.
Terdapat
tendensi bahwa Gerakan Non Blok ini telah bergerak dari gerakan yang bersifat
politis menuju gerakan yang bersifat mitra dan lebih terfokus semula yaitu
menentang blok politis yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
--------------------------.2006.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). ------. --------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar