Glamornya Kehidupan Kota,
Menarik Perhatian Masyarakat Desa
Migrasi
merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah perpindahan
penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat
nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional,
dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen
disebut Migrasi. Sebelum membahas tentang strategi adaptasi masyarakat migran,
kita harus mengetahui apa itu Migrasi dan apa itu Migran.
Migrasi adalah
perpindahan penduduk
dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas
administratif (migrasi internal) atau batas negara (migrasi internasional).
Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen
dari suatu daerah ke daerah lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai
tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun,
pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang
diharapkan. Sedangkan Migran adalah
orang – orang yang sedang melakukan Migrasi. Premis dasar yang dianut dalam
model Todaro adalah bahwa para migran mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang tersedia bagi
mereka disektor pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah satunya yang dapat
memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka
harapkan diukur berdasarkan besar kecilnya selisih antara pendapatan riil dari
pekerjaan dikota dan didesa, angka tersebut merupakan implementasinya terhadap
peluang migran untuk mendapatkan pekerjaan dikota.
Perpindahan
penduduk dalam masyarakat ada dua macam :
•
Perpindahan vertikal, yaitu pindahnya status manusia dari kelas rendah ke kelas
menengah, dari pangkat yang rendah ke pangkat yang lebih tinggi, atau
sebaliknya.
•
Perpindahan horizontal, yaitu perpindahan secara ruang atau secara geografis
dari suatu tempat ke tempat yang lain. Peristiwa inilah yang sering disebut
dengan migrasi, meskipun tidak setiap gerak horizontal disebut migrasi.
Selain itu
Migrasi juga memiliki beberapa jenis :
•
Migrasi internasional (Migrasi antar
Negara)
adalah
perpindahan penduduk dari suatu Negara ke Negara lain.
Migrasi
internasional meliputi imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.
Imigrasi, yaitu
masuknya penduduk dari Negara lain ke suatu Negara dengan tujuan menetap.
Emigrasi, yaitu berpindahnya penduduk atau keluarnya penduduk dari suatu Negara
ke Negara lain dengan tujuan menetap.
Remigrasi, yaitu
kembalinya penduduk dari suatu Negara ke Negara asalnya.
•
Migrasi internal (Migrasi Nasional)
adalah
perpindahan penduduk yang masih berda dalam lingkup satu wilayah Negara.
Perpindahan yang
merupakan migrasi internal antara lain sebagai berikut :
Urbanisasi, yaitu
perpindahan dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
Masyarakat
adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi
terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang
berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah
suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah
sebuah komunitas yang interdependen yang saling tergantung satu sama lain.
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.Masyarakat merupakan istilah yang
digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh
juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai
individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat atau tidak dibuat oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan
subjek utama dalam pengkajian sains sosial.Perkataan society datang daripada
bahasa Latin societas, "perhubungan baik dengan orang lain".
Perkataan societas diambil dari socius yang bererti "teman", maka
makna masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini
bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahwa ahli-ahlinya mempunyai
kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk
menggambarkan rakyat sebuah negara.
Pada
mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada
akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan,
dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.Pada umumnya perbedaan masyarakat
pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan
kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan.Namun ada perbedaan lain yang
lebih spesifik :
Masyarakat
Pedesaan
Perilaku
homogen: Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan,
yaitu perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status Isolasi sosial,
sehingga static kesatuan dan keutuhan kultural banyak ritual dan
nilai-nilai sakral dan kolektivisme.
Masyarakat
Kota
Perilaku
heterogen: Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan
kelembagaan,
yaitu
Perilaku
yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi mobilitas sosial, sehingga
dinamik, Kebauran dan diversifikasi kultural, birokrasi fungsional dan
nilai-nilai secular; dan Individualisme.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan
masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri.
Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur
serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan
“berlawanan” pula. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang
peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata,
tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan
saja. Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk
membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada
mudah - mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu
masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan. Ciri
ciri tersebut antara lain :
1.
Jumlah dan kepadatan penduduk
2.
Lingkungan hidup
3.
Mata pencaharian
4.
Corak kehidupan sosial
5.
Stratifiksi sosial
6.
Mobilitas sosial
7.
Pola interaksi sosial
8.
Solidaritas sosial
9.
Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kesan kota sebagai memiliki atribut yang
positif dan desa yang terkesan negatif. Salah satunya yang terpenting adalah
bahwa kota mewakili suatu kedinamisan dan progresifitas (kemajuan), sementara
desa menyimbolkan kediaman dan keterbelakangan serta kemalasan.Situasi kota
yang padat, memaksa warga kota untuk terus bergerak dinamis memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Tidak bergerak berarti tidak makan, demikian bahasa
sederhananya. Berbeda dengan situasi di desa yang tenang dan tampak “baik” tapi
sebenarnya dapat membahayakan bagi jiwa yang lemah. Penduduk desa tidak begitu
dituntut untuk bekerja keras; tanpa kerja keras pun mereka dapat makan dari
hasil tanaman di sekitar pekarangan rumah mereka. Pada gilirannya, perbedaan situasi
kota dan desa ini juga mempengaruhi cara berfikir dan bertindak masyarakatnya.
Sementara masyarakat kota biasa bertindak cepat, lugas dan dinamis, masyarakat
desa cenderung berperilaku santai, alaon-alon asal kelakon. Masyarakat kota
juga dianggap lebih cepat dalam memperoleh informasi aktual dibanding
masyarakat desa, informasi aktual yang dimaksud termasuk tren terbaru di
berbagai bidang dari tren baju, musik, wawasan sampai keilmuan.Singkatnya, kota
identik dengan berbagai unsur positif (walau tidak lepas dari sisi negatif)
seperti kerja keras, kemajuan dan kedinamisan; sementara desa berkonotasi
sebaliknya: keterbelakangan dan kemalasan. Oleh karena itu, pengertian kota dan
desa yang hakiki hendaknya tidak dimaknai secara harfiah dan sempit . Dengan kata
lain, atribut “orang kota” atau “orang desa” hendaknya tidak difahami
berdasarkan lokasi seseorang berada. Pemahaman geografis semacam ini hanya akan
memalingkan pengertian positif yang hakiki dari istilah ini.
Karakteristik
umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam
hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada
situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada
kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan
kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah
tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik
masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat
umum.
- Sederhana
- Mudah curiga
- Menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
- Mempunyai
sifat kekeluargaan
- Lugas atau
berbicara apa adanya
- Tertutup
dalam hal keuangan mereka
- Perasaan
tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
- Menghargai
orang lain
- Demokratis
dan religius
- Jika
berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan
cara beradaptasi orang desa sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap
kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah
sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda
dengan karakteristik masyarakat perkotaan,
masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan
pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban
community.
Ada
beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1.
Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan keagamaan di desa.
2.
Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan
hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
3.
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa bergantung pada orang lain
4.
Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk
disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
5.
Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat
perkotaan.
6.
Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada
faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik
masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari
perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan
sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan
dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
Banyak
orang berpendapat bahwa alasan utama kepindahan seseorang atau sekelompok orang
dari daerahnya ke tempat lain adalah karena terdorong oleh faktor-faktor
penarik daerah kota atau daerah tersebut serta anggapan dari masyarakat desa
bahwa kota dapat memberikan lapangan/ kesempatan kerja dengan memberikan upah
yang besar. Namun dalam kenyataannya sebagian besar penyebab terjadinya migrasi
ini adalah karena tidak adanya pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang
mereka miliki, sehingga timbul kecenderungan untuk keluar dari desa atau daerah
mereka untuk pindah ke kota.
Secara
terperinci faktor penyebab adanya migrasi adalah karena adanya faktor utama
yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan
dua faktor penyebab adanya migrasi yaitu:
Orang
desa tertarik ke kota adalah suatu yang lumrah yang sebab-sebabnya bagi
individu atau kelompok mungkin berbeda satu sama lain dilihat dari kepentingan
individu tadi. Beberapa alasan yang menarik mereka pindah ke kota diantaranya
adalah:
1.
Melanjutkan sekolah, karena di desa tidak ada fasilitasnya atau mutu kurang
2.
Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau
mudahnya membuka
usaha kecil-kecilan
3.
Tingkat upah di kota yang lebih tinggi
4.
Keamanan di kota lebih terjamin
5.
Hiburan lebih banyak
6.
Kebebasan pribadi lebih luas
7.
Adat atau agama lebih longgar
Di
sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di
desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor
pendorong tumbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya
adalah:
1.
Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis
2.
Keadaan kemiskinan desa yang seakan-akan abadi
3.
Lapangan kerja yang hampir tidak ada
4.
Pendapatan yang rendah
5.
Peamanan yang kurang
Migrasi
ke kota dimungkinkan oleh beberapa faktor antara lain membaiknya transportasi,
ada peluang-peluang kerja di kota, dan menipisnya sumber penghasilan di desa karena
sumber daya yang semakin sedikit. Namun faktor lain yang juga penting untuk
diperhatikan adalah keberadaan jaringan sosial dari kerabat maupun teman di
kota. Kerabat maupun teman satu daerah yang tinggal di kota, bisa dimintai
pertolongan untuk memfasilitasi kebutuhan kerja di kota. Tanpa keberadaan
kerabat atau teman yang sudah lebih dulu tinggal dan bekerja di kota, keinginan
para pendatang untuk tinggal dan bekerja di kota lebih berat karena mereka
berarti harus mengeluarkan uang untuk rumah dan makan. Selain itu, informasi
mengenai peluang kerja dan pendidikan umumnya bisa diperoleh oleh para
pendatang dari kerabat maupun teman yang sudah lebih dulu menetap di kota.
Keberadaan kerabat atau teman ini menjadi salah satu faktor yang membuat para
pendatang berani pergi ke kota.
Kuat
lemahnya ikatan kekerabatan dan ikatan budaya seseorang juga dapat mendorong
seseorang untuk kembali ke desa asalnya di saat-saat tertentu (ketika masa tua
atau krisis). Beberapa contoh memperlihatkan bahwa para migran yang sudah
bekerja di kota kembali ke desa atau ke daerah asalnya di usia tua atau sesudah
pensiun, apalagi jika di desa atau daerah asalnya masih ada aktivitas yang bisa
dikerjakan, seperti misalnya mengolah tanah warisan, atau usaha-usaha mandiri
skala rumah tangga lainnya.
Program-program pembangunan pedesaan juga bisa menjadi salah satu faktor yang
menahan para pemuda desa untuk tetap tinggal di desa.
Tampaknya
agak sulit adaptasi dalam waktu singkat untuk eksis di kehidupan kota besar.
Meski sulit pasti ada jalan lain untuk mengatasinya, misalnya dengan
menggabungkan dua suku yang berdeda dengan cara perkawinan. Hal itu dikarenakan
masyarakat dalam kehidupan kota besar lebih heterogen dibandingkan dengan
dengan pedesaan yang homogen, sebab kota besar memilki masyarakat yang
beranekaragam dari beberapa daerah serta dengan pola tingkah laku dan sikap
tertentu. Dalam melakukan perpindahan tersebut pendatang tentunya membawa
berbagai agama, norma, dan adat istiadat, kemudian berbaur menjadi satu di
kehidupan kota besar. Meskipun begitu ketertarikan masyarakat pedesaan terhadap
kehidupan di kota besar begitu besar, dikarenakan paling utama adalah alasan
ekonomi yang dimana peluang lapangan kerja lebih luas serta kehidupan yang
lebih baik serta nilai kemakmuran yang diharapkan masyarakat migran dari daerah
asalnya dengan segala kemajuan sekaligus menerima modernisasi di kota besar. Kemampuan
menetap migran ke suatu lingkungan tempat tinggal menimbulkan terkonsentrasinya
sumberdaya manusia paaa satu ruang kehidupan, yang sudah tentu pada gilirannya
penduduk tidak merata dan seimbang di setiap wilayah dan kawasan, pemanfaatan
sumberdaya lingkungan hidup juga tidak merata dan perhatian terhadap
pembangunan wilayahpun tidak merata dan seimbang. Namun terdapat juga kelebihan
masyarakat migran yang beradaptasi di kota besar, yaitu membawa peran positif
dalam hal pembangunan serta kemajuan yang lainnya ke daerah asalnya.
Masyarakat migran mempunyai
niat untuk bertahan hidup (menetap selamanya)
pada lingkungan hidup (ekosistem) kota besar,
dari pada pindah lagi ke daerah asal atau ke
daerah lain. Hal ini diperkuat pula dengan lama
menetap mereka di kota yang
tergolong cukup lama (5 tahun ke atas) dan
adaptasi sosial ekonomi yang cukup tinggi. Keinginan bertahan hidup masyarakat
migran di daerah kota besar tidak terlepas dari kemampuan masyarakat tersebut
untuk beradaptasi di lingkungan baru (kota besar), misalnya adaptasi tentang
kebudayaan. Nilai budaya masyrakat migran di daerah asal dalam kegiatan sosial
ekanomi seperti gotong-royong dalam rangka pengumpulan dana, kegiatan arisan,
hidup damai dengan sesama warga masyarakat di lingkungan sekitar, serta saling
membantu dalam mencari pekerjaan merupakan nilai-nilai yang memperkuat strategi
adaptasi sosialekonomi para migran.
Untuk beradaptasi dengan
masyarakat setempat (masyarakat kota besar), masyarakat migran melakukan
berbagai pendekatan. Tujuan pendekatan tersebut, agar dapat diterima dan bisa
hidup survive (bertahan) di lingkungan yang baru. Secara luas
keseimbangan adaptasi bisa dicapai dengan dua cara. Cara pertama adalah cara
pasif, yakni dengan mengubah diri sesuai dengan lingkungan. Proses ini dikenal
dengan istilah autoplastis. Ada dua alasan utama orang melakukan
adaptasi autoplastis yaitu adanya kesadaran bahwa orang lain atau
lingkungan bisa memberi informasi yang bermanfaat dan upaya agar diterima
secara sosial sehingga terhindar dari celaan (Sears, 1994:80). Cara kedua
adalah cara aktif, yakni dengan mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan
diri sendiri yang dikenal dengan aloplastis.
Program-program
yang berada di bawah payung penguatan pemerintahan lokal, penguatan petani,
penguatan usaha kecil menengah, bisa diartikan sebagai peluang para pemuda
untuk bisa memperoleh manfaat jangka pendek maupun jangka panjang baik secara
ekonomi maupun sosial politik tanpa harus pergi jauh dari desanya. Pelatihan
kader-kader muda untuk pemimpin desa, penguatan dan pelatihan ketrampilan untuk
pengembangan usaha kecil menengah, pelatihan dan penguatan petani mandiri,
adalah beberapa contoh program intervensi dari luar desa yang mungkin bisa
menahan generasi muda untuk bertahan di desanya, meskipun mungkin tidak semua
berwujud penguatan ekonomi.
Secara
umum orang perkotaan lebih suka tinggal di kota asalnya mengingat peluang
bisnis di kota lebih besar di banding dengan di daerah pedesaan, hal ini
tentunya dapat kita lihat dari meningkatnya jumlah urbanisasi penduduk
perkotaan dari tahun- ketahun dengan alasan yang berbeda-beda. Orang desa
pindah ke kota dengan alasan mengadu nasib di kota agar kehidupan ekonominya
dapat berubah dengan bekerja apa saja di kota yang dapat menghasilkan uang demi
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan membaca artikel-artikel tentang
kenapa orang desa kerap pindah ke kota disebabkan karena kemiskinan yang
menurut mereka dengan tinggal di kota maka mereka mampu untuk menghidupi
kebutuhan keluarganya disebabkan banyaknya lapangan kerja di perkotaan.
Lain
lagi alasan kenapa orang kota mau untuk pindah ke desa, Sebuah desa yang
teratur dibayangkan sebagai suatu tempat yang sejuk, harmonis, dengan tata
aturan yang jelas sehingga sekolompok masyarakat yang ada di dalamnya dapat
berkembang secara optimal. Sehingga Banyak pihak dari kalangan perkotaan
mengkhawatirkan kelangsungan pertanian, terutama pertanian sawah. Kekhawatiran
itu antara lain disebabkan oleh biaya produksi yang mahal, lahan sawah yang
semakin sempit, dan generasi muda yang enggan bekerja di sawah karena
menganggap pekerjaan di sawah itu kotor, tidak menguntungkan, dan merendahkan
derajat. Oleh karena itu mereka pindah dari kota ke desa bukan tanpa alasan
ilmiah melainkan mereka ingin mengembalikan citra desa yang berangsur-angsur
hilang khusunya kalangan pemuda pedesaan karena terpengaruh dengan tren dan
mode kehidupan perkotaan yang disadur dari model ala kebarat-baratan. Sebagai
contoh mahasiswa universitas negeri makassar hampir secara keseluruhan berasal
dari desa namun karena terpenganruh dengan model dan gaya orang kota sehingga
banyak diantara mereka yang melupakan akan prinsip kehidupan desa.
Dari
berbagai pertimbangan dan alasan, sehingga orang kota kerap berpikir untuk
pindah ke desa dengan tujuan mendirikan usaha-usaha yang mampu mempekerjakan
para penduduk pedesaan yang ada disekitarnya. Selain itu orang kota kenapa
lebih memilih untuk tinggal di desa di sebabkan oleh beberapa
alasan yaitu:
1.
Kehidupan desa lebih harmonis dan bersahaja
2.
Situasi lingkungan pedesaan masih terjaga jauh dari polusi
3.
Pedesaan lebih alami dan terjaga kelestarian lingkungan sekitarnya.
4.
Masyarakat pedesaan sangat peduli dengan sikap saling menghargai satu sama lain
5.
Sikap gotong royong masih terjaga
6.
Sumber daya yang ada di desa sangat banyak untuk dijadikan sebagai lahan usaha
Dari
beberapa alasan diatas tentunya bukanlah hal yang mutlak yang harus dimiliki
aleh orang perkotaan untuk pindah ke desa. Akan tetapi tergantug dari tujuannya
masing-masing kenapa harus pindah ke desa. Taruhlah misalnya seorang pengusaha
dengan konglong merak tentunya memiliki tujuan yang berbeda kenapa harus pindah
ke desa. Seorang pengusaha tentunya memiliki tujuan agar sumber daya yang ada
di desa mampu untuk dijadikan lahan bisnis, sedangkang bagi konglong merak
tentunya memiliki alasan lain yakni mencari ketenangan, ketentraman, dan
keindahan alam, atau sekedar refresing dari kehidupan kota yang pekak lagi
berpolusi, yang menurut mereka hanya bisa di dapatkan di pedesaan yang masih
terjaga kelestariannya.
Terkait fenomena migrasi penduduk
desa ke kota ini ada dua hal yang perlu kita cermati, yaitu faktor penyebab
terjadinya migrasi dan definisi urbanisasi yang selalu dilekatkan pada proses
migrasi penduduk dari desa ke kota. Ada dua
faktor penyebab seseorang bermigrasi dari desa/daerah ke kota. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong dari desa
/ daerah, masih berkutat di isu ekonomi, tidak tersedianya lagi lapangan kerja
yang mencukupi dan memadai bagi masyarakat, selain juga tidak lengkapnya
infrastruktur di desa, misalnya terkait pendidikan, dan banyak juga penduduk
daerah yang datang ke kota untuk melanjutkan pendidikan. Sedangkan untuk faktor penarik orang-orang berjubel ke
kota, adalah bahwa masih terpusatnya pembangunan di kota. Mulai dari sector
ekonomi, pendidikan, transportasi, kesehatan pun hiburan. Kedua faktor di
atas, bisa dikatakan sama-sama kuat dan berakar pada permasalahan yang sama,
yaitu kebijakan pembangunan pemerintah pusat. Jamak diketahui, bahwa
pembangunan Indonesia masih terpusat di kota-kota besar dan menegah di pulau
Jawa khususnya. Wilayah luar pulau Jawa dan terutama kawasan timur Indonesia,
sering tertinggalkan. Dengan kata lain, fenomena urbanisasi yang terus
menerus berlangsung adalah sebuah konsekwensi logis dari ketimpangan pembangunan.
Kemudian terkait istilah
urbanisasi. Urbanisasi sebenarnya berarti persentase penduduk yang tinggal di
perkotaan. Dan migrasi penduduk dari desa/daerah ke kota hanyalah salah satu
penyebab proses urbanisasi. Hal penting lain terkait urbanisasi adalah bahwa
urbanisasi bukan hanya terkait perpindahan penduduk dari desa ke kota tapi juga
bagaimana sebuah desa berubah statusnya menjadi kota, dengan kelengkapan semua
infrastruktur pendukungnya. Untuk yang terakhir, jika terlaksana dengan
maksimal, akan bisa menjadi rem pakem migrasi penduduk dari desa/daerah ke
kota.
Migrasi Desa-Kota Perpindahan penduduk dari desa ke kota
(migrasi desa-kota) merupakan satu faktor utama yang mendorong pesatnya
pertumbuhan kota-kota di negara sedang berkembang. Diduga bahwa pada saatnya
tingkat pertumbuhan pendapatan di kota akan berkurang karena kelebihan migran
di pasar tenaga kerja. Sementara itu, pertumbuhan sektor pertanian dan
penghasilan yang lebih tinggi oleh karena tenaga kerja relatif tebatas di desa
akan meningkatkan pendapatan di desa yang kira-kira dapat mengimbangi
pendapatan kota. Hal ini akan mengakhiri keinginan bermigrasi. Jadi daya
respons tenaga kerja terhadap perubahan pendapatan dikota dan penghasilan di
desa diharapkan akan mengubah apa yang pada mulanya dianggap sebagai suatu
pertumbuhan tidak seimbang menjadi suatu pertumbuhan yang stabil, suatu proses
mengoreksi diri sendiri. Seperti terbukti sekarang, hal tersebut di atas tidak
pernah terjadi. Sebab-sebab utama kegagalan ini berhubungan, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dengan kebijakan-kebijakan industrialisasi dan
urbanisasi yang dikira dapat memacu pertumbuhan ekonomi di segala sektor.
Pertama, kemandekan ekonomi di desa menyebabkan pertumbuhan penduduk tetap
mencapai tingkat yang sangat tinggi. Kedua, pertambahan penduduk yang tinggi
disertai dengan pendapatan yang rendah telah memaksa makin banyak penduduk desa
mencari jalan lain untuk meningkatkan tarf hidupnya. Ketiga, kebijakan yang
melindungi sektor industri di kota telah menciptakan pendapatan yang lebih
tinggi dan kesempatan kerja yang lebih besar di kota.
Kesimpulannya
karena begitu maraknya masyarakat desa pidah kekota dan sebaliknya, maka
strategi adaptasi pun sangat sulit untuk dilaksanakan, dikarenakan kesenjangan
ekonomi dan tujuan baru mereka. Untuk tetap mempertahankan eksistensi
masyarakat migran dari asalnya maka mereka harus tetap mempertahankan
kebudayaan masing-masing apalagi jika sedang melakukan migrasi internasional.
Karena migrasi internasional adaptasinya lebih berat daripada migrasi nasional
yang pada hakikatnya adat budaya masih berbeda tipis. Warga desa yang sedang
melakukan migrasi kekota, akan merasa risih dan akan melakukan kerja yang lebih
keras daripada kesehariannya didesa, karena kesenjangan ekonomi yang sangat
jauh berbeda dari satu orang ke orang lainnya. Misalnya saja di surabaya yang
menjadi kota metropolitan kedua, mall adalah sebagai simbol glamornya kehidupan
kota yang memicu masyarakat desa untuk mengetahui apa yang ada dikota, sehingga
ketika masyarakat desa migran kekota akan sangat sulit untuk beradaptasi, namun
pada umunya strategi adaptasi orang desa dan kota hampir sama yaitu mengejar
waktu dan menyesuaikan bentuk kerja mereka. Jika biasanya orang desa bekerja
disawah tanpa macet maka saat ini mereka akan bergaul dengan kemacetan dan
kekerasan dalam bekerja. Sehingga waktu mereka akan lebih tersita daripada saat
didesa. Desa juga merupakan syurga terindah bagi warga kota karena jauh dari
kebisingan kendaraan yang melintas 24jam. Sehingga masyarakat kota yang migran
ke desa akan lebih tenang dan mempunyai banyak waktu untuk istirahat lebih lama
karena tak ada lagi kemacetan dan kekerasan dalam bekerja.
Fenomena
migrasi sering menimbulkan masalah di bidang kependudukan, dan menjadi
persoalan mendasar yang dihadapi oleh sesama anggota masyarakat, terutama di
daerah perkotaan. Sehingga migrasi merupakan persoalan utama dan menjadi
prioritas perhatian pada setiap pemerintah daerah. Proses pertambahan penduduk
di daerah perkotaan tersebut pada dasarnya terjadi karena tiga hal, yaitu: Pertama,
adanya pertambahan alami, yaitu pertambahan yang terjadi karena adanya
perbedaan antara jumlah banyaknya kelahiran dan kematian dalam satu periode
tertentu. Kedua, adanya perluasan batas wilayah kota, sehingga
daerah-daerah yang sebelumnya tidak termasuk dalam kategori daerah perkotaan
menjadi kota. Ketiga, adanya perpindahan penduduk dari daerah pedesaan
menuju daerah perkotaan. Dalam rangka upaya mencapai tujuan terdapat beberapa
cara yang dilakukan oleh kaum migran pada umumnya untuk mencapai tujuan
tersebut, yaitu : (1) mencari kerja dan bekerja, baik di sektor formal maupun
swasta; (2) persiapan modal atau bekal ekonomi seadanya; (3) meningkatkan
pendidikan, terutama pelatihan, penataran, dan kursus-kursus singkat sesuai
dengan minat dan bidang keterampilan praktis; (4) pengembangan potensi diri,
seperti kepribadian (percaya diri) yang mantap, semangat, inisiatif, kejujuran
dan disiplin kerja yang tinggi; (5) kemampuan bersaing, keuletan kerja,
keberanian dan kesanggupan kerja keras dalam perjuangan kualitas produksi.
Kenyataan kehidupan yang dialami oleh kaum migran di
permukiman kumuh perkotaan adalah : Pertama, gaya hidup diperkotaan
ternyata penuh dengan persaingan, lapangan kerja yang terbatas, baik di sektor
formal maupun sektor swasta. Sementara kaum migran kebanyakan rata-rata
memiliki keterampilan praktis yang relatif rendah, sehingga untuk sementara
waktu mereka terpaksa bertahan hidup dengan bekerja serabutan dan seadanya.
Secara umum, kaum migram tidak mampu bersaing dan tidak memperolah pekerjaan,
dan akhirnya menjadi pengangguran di kota. Kedua, kesempatan untuk
memperoleh pekerjaan ternyata tidak sama, banyak dipengaruhi banyak faktor,
seperti kualitas keterampilan, tingkat pendidikan, semangat kerja, uang, dan
faktor peluang pihak pemilik lapangan kerja. Ternyata faktor-faktor ini tidak
mendukung, bahkan potensi diri, semangat kerja dan kesanggupan kerja keras bagi
sebagian besar migran diketahui rendah. Dengan modal kejujuran dan disiplin
belakan ternyata tidak membuahkan hasil dalam peningkatan kualitas hidup. Ketiga, fasilitas-fasilitas
yang tersedia di perkotaan yang semula diharapkan dapat membantu dan dinikmati
tidak diperoleh, karena biaya untuk meningkatkan keterampilan kerja cukup
mahal. Kondisi ini akhirnya menjauhkan mereka dari lapangan kerja yang
diharapkan dalam rangka dapat mempermudah penyelesaian pekerjaan dan percepatan
usaha perbaikan taraf hidup mereka. Dalam situasi tanpa uang dan penghasilan
yang kurang memadai bagi kaum migran di kota, maka mereka terpaksa bermukim di
daerah kumuh.
Dengan kenyataan yang dialami di daerah sasaran migrasi di
atas, maka pada umumnya kaum migran semakin terjebak ke dalam keadaan kehidupan
perekonomian yang semakin memburuk. Ketidak berhasilan dalam perjuangan usaha
untuk memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan hidup ini semakin mendorong
terbentuknya sikap anomie sebagai akibat dari keputusasaan dan kehilangan
pegangan hidup bagi kaum migran. Anomie terjadi karena tujuan yang sudah
ditentukan semula dengan persiapan modal, keterampilan dan berbagai cara yang
dianggap dapat diandalkan, ternyata tidak dapat diwujudkan. Kecuali itu karena
motivasi untuk mencapai sukses terlalu tinggi yang tidak seimbang dengan
kemampuan persaingan dan kerja keras.Pada umumnya, kaum migran tidak sanggup
dan bahkan gagal dalam usaha mencapai kemajuan, kesejahteraan dan kepuasaan
yang diharapkan di tengah-tengah kehidupan perkotaan yang komplek penuh dengan
persaingan dengan modal kejujuran dan kebenaran. Akibatnya adalah menimbulkan
dorongan baru bagi kaum migran untuk mengubah, mencari dan mengadopsi cara-cara
baru yang dianggap dapat mencapai keberhasilan, kendatipun harus melanggar
norma-norma sosial atau tujuan-tujuan budaya dan cara-cara ilegal lainnya. Ada
beberapa jenis penyimpangan perilaku yang sering terjadi di lokasi permukiman,
diantaranya adalah membuang sampah disembarang tempat, corat-coret tembok, tamu
menginap tidak melapor, enggan membuat KTP, mabuk-mabukan dan skandal dengan
sesama jenis, begadang sambil menyanyi keras hingga larut malam dan menggoda
para wanita pejalan kaki.